Undang-undang No.30/Th.2007 Tentang Energi mengamanatkan bahwa pada tahun 2025 mendatang 23% bauran energi nasional harus datang dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT).  Hingga saat ini, sumbangan EBT untuk bauran energi Nasional baru mencapai 9.1%.

Sumberdaya kehutanan, melalui Hutan Tanaman Energi (HTE), dapat memberikan sumbangsihnya untuk meningkatkan penggunaan energi biomasa di tanah air, baik berupa pellet kayu, serpih kayu maupun serbuk gergajian. Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo usai menyampaikan materi presentasi pada FGD Cofiring Biomassa pada PLTU: Kesiapan Teknologi, Industri Penunjang Penyediaan Pasokan Biomassa dan TKDN yang diselenggarakan Kementerian ESDM di Depok, dengan kombinasi melalui virtual pada hari Jumat (16/10).

Menurutnya, sedikitnya 34 Perusahaan Anggota APHI saat ini sudah berminat berinvestasi  untuk penerapan energi biomasa melalui Program Hutan Tanaman Energi (HTE), 10 perusahaan diantaranya sudah memasukkannya  kedalam Rencana Kerja Usaha (RKU) mereka.

“Hutan Tanaman Energi merupakan masa depan energi biomassa Indonesia, karena menjadi sumber  bahan baku energi biomasa secara berkelanjutan bagi pembangkit tenaga listrik sendiri, memasok kelebihan energi listrik ke PLN dan diekspor” ungkapnya.

Guna mendukung target bauran energi 23% pada tahun 2025, saat ini Perum Perhutani, salah satu anggota APHI, tengah melakukan uji coba program co-firing, yaitu menggabungkan pasokan batubara dan sumberdaya biomasa, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Paiton, Jawa Timur, dan dalam   waktu dekat akan diujicobakan pula di PLTU Cikarang Listrindo, Jawa Barat.

Disamping itu, menurutnya APHI juga siap mendukung program de-dieselisasi pembangkit tenaga listrik yang masih menggunakan minyak solar, terutama di kawasan timur Indonesia, dan digantikan dengan bahan baku energi biomasa yang biayanya lebih murah dibandingkan dengan harga minyak solar.

“Kami sedang melakukan penjajakan untuk uji coba penggunaan energi biomasa untuk program de-dieselisasi pembangkit listrik di Pulau Bawean, Jawa Timur” ujar Indroyono.

Saat ini, dunia tengah menuju ke energi bersih dan ramah lingkungan, sehingga energi biomasa menjadi salah satu pilihan utama. Pada tahun 2030, Jepang dan Korea telah mentargetkan untuk mengganti PLTU Batubara menjadi PLTU Energi Biomasa. Permintaan bahan baku pellet kayu, serpih kayu serta briket arang dari Indonesia terus meningkat, walaupun nilai ekspor energi biomasa Indonesia ke luar negeri baru mencapai US$ 50 juta.

Keunggulan positif penggunaan EBT diantaranya lebih sustainable dibanding energi fosil, industri-industri kehutanan terdorong untuk melakukan transformasi menjadi integrated industries, sehingga bisnis hutan bisa segera pulih dan bangkit kembali.

 

“Dengan penggunaan energi biomasa yang bahan bakunya 100% ada di Indonesia dan upaya menanam, memelihara dan memanen Hutan Tanaman Energi merupakan program berkelanjutan, maka diharapkan Indonesia akan menjadi pusat energi biomasa dunia, dapat menarik investasi serta membuka lapangan kerja yang luas, sesuai amanat UU Cipta Kerja”pungkas Indroyono. (*)