Keterlibatan multipihak dalam pengelolaan gambut yang berkelanjutan menjadi kunci untuk mencapai keseimbangan dalam aspek lingkungan, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi. Praktik yang saat ini sudah dilakukan di sejumlah lokasi di Indonesia bisa menjadi pembelajaran.

Hal tersebut diungkapkan dalam Webinar “Praktik Pengelolaan Gambut untuk Pengembangan Ekonomi, Lingkungan dan Masyarakat” yang merupakan seri kedua jelang Kongres dan Seminar Internasional HGI Oktober 2021. Webinar dibuka oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong dengan menghadirkan pembicara dari Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Hartono Prawiraatmadja, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK Karliansyah, dan peneliti utama Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian (Kementan) Profesor Fahmudin Agus. Sedangkan pembicara dari praktisi pelaku usaha dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Yudha Asmara Adhi, Deputy Director of Corporate Strategic and Relation APP Sinar Mas Iwan Setiawan dan Deputy Director Sustaianability & Stakeholder Engagement APRIL Group Dian Novarina.

Ketua Umum HGI Profesor Supiandi Sabiham mengatakan kerjasama antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sangat signifikan untuk mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

“Dari sisi ekonomi pemanfaatan harus berlandaskan teknologi yang bersifat adaptif. Dari sisi lingkungan harus berlandaskan pada kemampuan dan kesesuaian lahan. Dan dari sisi sosial masyarakat, pemanfaatan harus berlandaskan kerjasama antara masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah,” kata Supiandi saat Webinar HGI, Kamis (11/2/2021).

Terkait isu kompleksitas sifat lahan, pemanfaatan lahan gambut harus diarahkan untuk merevitalisasi lahan gambut yang sudah rusak. Untuk menjawab isu deforestasi, perlu langkah-langkah kongkrit  untuk mendorong pemanfaatan lahan melalui intensifikasi dan praktik tata kelola yang baik.

Peneliti Utama Balitbang Kementan Profesor Fahmudin Agus mengatakan lahan gambut memiliki peran yang sangat strategis. Dari sisi jasa lingkungan, gambut memiliki peran untuk menyimpan air di musim penghujan dan mendistribusikannya di musim kemarau. Gambut juga menjadi penyimpan karbon serta tempat hidup untuk flora dan fauna khas gambut. Selain itu gambut juga memiliki peran ekonomi sebagai produksi pertanian.

Menurut Fahmudin, ada trade-­‐off peran gambut sebagai jasa lingkungan dan produksi pertanian. “Untuk itu lahan gambut perlu dikelola agar manfaat lingkungannya tidak cepat  terkuras  dan  produksi pertanian bisa optimal,” katanya.

Fahmudin menyatakan pentingnya memperhatikan ketebalan gambut untuk melakukan aktivitas budidaya pertanian. Menurut dia, untuk tanaman semusim berupa tanaman pangan seperti jagung atau padi serta tanaman hortikultura seperti cabai cocok dilakukan dilahan gambut dangkal. Praktik-praktik tata kelola lahan gambut untuk budidaya pertanian harus didorong untuk menerapkan teknologi pemanfaatan ramah lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah persiapan lahan tanpa bakar, pengelolaan air untuk mengatur kelembaban tanah, penggunaan pupuk rendah emisi gas rumah kaca, dan dilakukannya pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) terpadu.

 

Komitmen Pelaku Usaha

Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Yudha Asmara menegaskan komitmen para pelaku usaha perkebunan sawit untuk tetap menerapkan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.

Dia menjelaskan komitmen tersebut diwujudkan dengan implementasi Indonesia of Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dengan tegas mengatur bagaimana pengelolaan gambut berkelanjutan berdasarkan peraturan perundang-­‐undangan yang berlaku di Indonesia. “Ini didukung komitmen kuat pemerintah untuk pengelolaan gambut berkelanjutan,” tegas Yudha.

Adapun, pelaku usaha hutan tanaman menegaskan bahwa pengelolaan gambut yang berkelanjutan sangat bergantung pada kemajuan teknologi untuk ketersediaan data disamping juga selalu memperhatikan aspek kesejahteraan masyarakat.

Deputy Director of Corporate Strategic and Relation APP Sinar Mas Iwan Setiawan menuturkan pentingnya identifikasi lahan gambut seperti sebaran, topografi, ketebalan, tingkat kematangan pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan, termasuk didalamnya pengelolaan secara kolaboratif dengan pendekatan lanskap yang akan saling berpengaruh. “Kami mengkombinasikan metode remotes sensing dan survey lapangan untuk mendapatkan data yang akurat,” jelas Iwan.

Sementara itu, Deputy Director Sustaianability & Stakeholder Engagement APRIL Group Dian Novarina menyatakan pemanfaatan gambut berkelanjutan berarti juga kemajuan yang inklusif untuk kesejahteraan masyarakat. “Kami melakukan pemberdayaan masyarakat melalui prakarsa transformatif dalam APRIL 2030. Salah satu targetnya nol kemiskinan ekstrem pada radius 50 km dari wilayah operasional kami,” katanya. (*)