Banyaknya persoalan ditambah belum baiknya pelaksanaan tata kelola hutan menjadi issue pokok di sektor kehutanan saat ini. Namun demikian, kita harus tetap optimis untuk dapat memperbaiki tata kelola hutan dan menggapai kembali kejayaan sektor kehutanan. Demikian disampaikan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budiadi saat membuka diskusi dengan jajaran Dewan Pengurus APHI di Yogyakarta, pada hari Kamis (22/08).

Budiadi menyebutkan bahwa kolaborasi yang baik antara akademisi dan praktisi menjadi hal yang positif untuk meningkatkan hubungan dan pertukaran informasi. “Melalui kolaborasi ini tidak mustahil dapat mengurai benang kusut terkait tata kelola hutan saat ini” ujar Budiadi.

Isu dan tantangan yang berkembang saat ini sangat relevan dan perlu disikapi. “Bagaimana upaya kita meningkatkan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional padahal kondisinya saat ini sektor kehutanan sedang lesu” kata Budiadi.

Diskusi dihadiri oleh sembilan orang dewan pengurus APHI dan tujuh belas dosen fakultas Kehutanan UGM. Dewan Pengurus APHI yang hadir dari wakil ketua umum dan dari ketua bidang, yaitu bidang pengembangan usaha, bidang organisasi dan keuangan, bidang produksi hutan alam, dan bidang produksi hutan tanaman.

Sedangkan dari kalangan akademisi fakultas Kehutanan UGM, dosen yang hadir dari berbagai pakar/aspek kehutanan, meliputi aspek teknis silvikultur, kebijakan, multi-usaha dengan fokus ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM mempunyai pusat-pusat kajian, diantaranya Pusat Kajian Silvikultur Intensif (SILIN), dan juga terdapat Pusat Kajian Kebijakan dan Pusat Kajian Ekowisata.

Budiadi optimis menuju kejayaan industri kehutanan kedepan, sesuai tema dies natalis Fakultas Kehutanan UGM. “Tahun ini menyongsong kebangkitan industri kehutanan, sehingga muatan dari APHI ini bisa dimasukkan” ujar Budiadi.

Dekan fakultas Kehutanan UGM mengharapkan kegiatan diskusi untuk bertukar informasi dan saling koreksi ini dapat dilakukan secara kontinyu. “Saat ini masing-masing pihak kecenderungannya berjalan sendiri-sendiri” imbuh Budiadi.

Bagi kalangan akademis, melalui kolaborasi ini diharapkan dapat membuka kesempatan untuk memperbaiki kurikulum. “Hal ini terkait pengetahuan dan kemampuan SDM serta teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pengusahaan hutan” kata Budiadi.

Mendukung pernyataan Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Wakil Ketua Umum APHI Rahardjo Benyamin menyambut gembira kolaborasi antara praktisi dan perguruan tinggi. “Pengusaha bersama-sama dengan Perguruan Tinggi, punya kekuatan besar mendorong kebangkitan industri kehutanan” ujar Rahardjo.

Rahardjo menjelaskan saat ini industri kehutanan sedang terpuruk, akibat harga kayu terdistorsi. “Pertemuan ini sekaligus untuk mendapat pandangan dari civitas akademi dalam rangka meningkatkan kinerja sektor kehutanan untuk dapat mengurangi defisit perdagangan negara” ujar Rahardjo.

Tekanan terbesar dalam bisnis kehutanan saat ini adalah masalah sosial. “Perlu ada terobosan pemikiran dari akademis serta dukungan kebijakan sehingga masalah sosial ini bisa ditekan” sebut Rahardjo.

Penelitian terkait sistem silvikultur pada areal bekas tebangan (logged over area) sudah dilakukan cukup lama. Pada areal bekas tebangan yang sudah 20-40 tahun dikelola banyak terjadi penurunan riap. “Saat ini volume dan kualitas tegakan hutan di hutan alam mungkin tinggal 6-8 pohon per hektare, sehingga mau tidak mau harus dilakukan rekayasa seperti penerapan RIL dan SILIN” kata Rahardjo.

Pada akhir sambutannya, Wakil Ketua Umum APHI sekali lagi mengajak para rimbawan akademis untuk membantu pemikiran. “Marilah kita bersama mewujudkan tata kelola hutan yang lebih baik untuk masa depan ” pungkas Rahardjo.(*)