Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus berkomitmen dan menjalin kerjasama yang baik dengan para pihak terkait dalam upaya pelestarian harimau sumatra di alam. Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, pada arahannya yang dibacakan oleh Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Tandya Tjahjana, pada acara peluncuran Sumatra Wide Tiger Survey (SWTS) di Hotel Menara Peninsula, pada hari Rabu (13/03).

Program konservasi harimau sumatera ini juga berkembang dalam 10 tahun terakhir. “Saya berharap dengan pelaksanaan kegiatan SWTS kedua ini, dukungan dan partisipasi aktif para pihak terhadap upaya pelestarian harimau sumatra dan satwa liar lainnya semakin meningkat dan dapat disinergikan dengan kebijakan pembangunan wilayah di daerah” ujarnya.

Kick off SWTS diselenggarakan oleh Forum HarimauKita (FHK) yang merupakan lembaga independen masyarakat yang bergerak dalam perlindungan harimau sumatera agar hidup harmonis berdampingan dengan manusia.

Menurut ketua FHK Munawar Kholis penyelenggaraan kick off dimaksudkan untuk memperkenalkan kegiatan SWTS dan arti penting bagi upaya konservasi harimau sumatra dan satwa kunci lainnya. Selain itu juga dalam rangka membuka peluang kerjasama kepada para pihak yang berminat untuk berperan aktif dalam kegiatan SWTS. “Kerjasama yang diharapkan baik dalam bentuk dukungan pendanaan, sumberdaya manusia maupun fasilitas pendukung pelaksanaan kegiatan” kata Munawar.

Munawar menambahkan, survei ini tidak hanya melibatkan pemerintah namun juga seluruh pemangku kepentingan dalam upaya penyelamatan harimau. Survei pada 2007-2009 adalah survei harimau pertama terbesar di dunia. Dengan kolaborasi di masa lalu yang berhasil, kami yakin bahwa saat ini kami bisa mengulang kembali kesuksesan lewat kerjasama yang baik lintas organisasi. “Keterlibatan multipihak ini merupakan langkah maju dalam membangun disain konservasi yang komprehensif di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” ujarnya.

Menurut Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto upaya konservasi harimau sumatra memerlukan dukungan yang luas dari para pihak dan kolaborasi dari multi pihak termasuk pemegang konsesi kehutanan. “Keterlibatan pemegang konsesi kehutanan menjadi penting karena lebih dari 70% habitat harimau sumatra berada di luar kawasan konservasi” kata Purwadi.

Dalam konteks ini distribusi dan areal jelajah harimau sumatera tumpang tindih dengan konsesi kehutanan. Hasil evaluasi KLHK menyebutkan perlindungan spesies dan habitat harimau di sumatera merupakan salah satu sektor yang harus di perkuat. “Pelibatan private sector terutama di sektor kehutanan dalam upaya mendukung konservasi harimau sumatera di luar kawasan konservasi yang terintegrasi pada skala lanskap dapat memberi peluang harimau sumatera untuk bertahan hidup secara jangka panjang dan terhindar dari kepunahan” ujar Purwadi.

Banyak best practice yang sudah dilakukan di konsesi kehutanan anggota APHI, seperti melakukan penilaian dan menetapkan serta mengelola areal HCV. Disamping itu juga telah melakukan pelatihan mitigasi konflik manusia-satwa liar. “Pada beberapa konsesi bahkan ada yang telah membentuk Tim Satgas Mitigasi Konflik Manusia – Satwa Liar” ujar Purwadi.

Upaya konservasi harimau sumatera ini tidak dapat dilakukan secara parsial, karena memiliki daerah jelajah yang sangat luas maka dibutuhkan upaya konservasi pada skala bentang alam.”Hal ini tidak mudah untuk berkoordinasi apalagi untuk konservasi harimau di tingkat lanskap” kata Purwadi.

Harimau walaupun jumlahnya sudah sangat sedikit namun keberadaanya terkadang masih dianggap sebagai satwa buas dan hama. “Apabila terjadi konflik di desa sekitar konsesi, masyarakat lebih suka kalau harimau ditangkap dan dikirim ke lembaga konservasi daripada dibiarkan di habitat aslinya” ungkap Purwadi.

Mendukung pernyataan Purwadi, salah satu stakeholders kegiatan SWTS dari pelaku bisnis, Kepala Departemen Konservasi APP Sinar Mas, Dolly Priatna mengharapkan hasil survey ini semoga dapat memberikan informasi yang lebih akurat dalam kaitannya dengan distribusi harimau yang tumpang-tindih dengan konsesi HTI maupun perkebunan sawit. “Informasi ini akan bermanfaat dalam pengelolaan konsesi di perusahaan agar dapat dikelola lebih baik dan ramah pada konservasi harimau,” imbuh Dolly.

Tantangan dalam melakukan konservasi harimau ini memang tidaklah mudah, namun dengan tekad dan dukungan bersama diyakini akan dapat berhasil sehingga kita dapat berperan sebagai agen pelestari satwa langka harimau yang semakin hari semakin terjepit oleh perkembangan peradaban dan pembangunan. Semoga berhasil. *