Pengelolaan lahan gambut harus dilakukan secara hati-hati, bukan hanya dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggungjawab, namun juga harus secara bijaksana. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong pada pembukaan diskusi (FGD) bertema “Public Private-People Partnership Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan dan Bertanggungjawab” di Jakarta pada hari Senin (18/11).

FGD yang diselenggarakan oleh Sekretariat International Tropical Peatlands Center (ITPC) dan Badan Litbang dan Inovasi KLHK dihadiri oleh parapihak terkait, dari pemerintah/Kementerian LHK yaitu Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Ditjen Pengusahaan Hutan Produksi Lestari, Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem; Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI); Himpunan Gambut Indonesia (HGI); Profesor, Profesor Riset, Peneliti, Akademisi, Teknisi; praktisi dari BUMN dan Swasta; LSM, dan Lembaga Mitra Pemerintah.

Wamen LHK menyatakan bahwa kita harus melihat gambut tidak saja sebagai aset lingkungan, tapi juga aset ekonomi. “Dua hal ini yang seiring sejalan harus kita pikirkan dalam mengelola, memanfaatkan dan melindungi ekosistem gambut, bila perlu menjadi triple bottom line, people, planet, and profit,” kata Alue.

Wamen LHK menilai FGD ini penting dan diharapkan dapat menghasilkan formulasi terkait praktek-praktek terbaik dalam pengelolaan lahan gambut yang bijaksana, berkelanjutan dan bertanggungjawab dan perlu diangkat pada forum internasional. “Kita perlu kompilasi dan menjadi bahan materi penting Indonesia dalam forum internasional, seperti COP25 – UNFCCC, termasuk di Pavillon nagara sahabat” ujar Alue.

Selain itu, peningkatan jejaring kerja, kesepahaman pemikiran, dan pembelajaran langkah konkrit para pemangku kepentingan dalam mendorong praktek pengelolaan lahan gambut menjadi amat penting. “Melalui forum ini kita akan dapat mengidentifikasi gap penelitian dan sekaligus dapat memperoleh bahan untuk mempromosikan pembelajaran lahan gambut yang baik dan memberikan manfaat bagi tata kelola air, dan pengelolaan perubahan iklim” kata Wamen LHK.

Wamen LHK mengajak semua pihak untuk dapat mentaati peraturan yang ada. “Tolong implementasikan, supaya tidak menimbulkan permasalahan terkait aspek hukum, namun juga hendaknya didasarkan atas keinginan dari diri sendiri bahwa ini merupakan kebutuhan, bukan karena aturan saja,” sebut Wamen LHK.

FGD pengelolaan gambut ini menampilkan narasumber dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), ITPC, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), APP Sinar Mas, PT. Riau Andalan Pulp & Paper dan PT. Wana Subur Lestari.

FGD terkait Pengelolaan Gambut kali ini merupakan rangkaian seri FGD yang akan diselenggarakan selama 3 hari ke depan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Dalam diskusi ini akan membahas lebih luas pengelolaan lahan gambut tropis berkelanjutan, dari aspek peran ilmu pengetahuan, praktek manajemen, kebijakan kebakaran gambut dan pencegahannya, mata pencaharian kearifan lokal, dan perspektif pembangunan hijau.

Sementara itu, narasumber Wakil Ketua Umum APHI, Iman Santoso menyampaikan sharing tentang prinsip, tujuan, upaya, dan peran masyarakat dalam dunia usaha. “Permasalahan pokok yang dihadapi pengusahaan hutan di areal gambut adalah bagaimana pengaturan drainase dan tata air yang baik” ujar Iman.

Iman menyebutkan bahwa anggota APHI yang wilayah kerjanya terdapat areal gambut telah melakukan pembenahan/revisi rencana pengelolaannya. “Revisi dimulai sejak di Perencanaan, yaitu dengan melakukan survei topografi dan tinggi muka air, survei kedalaman gambut, perencanaan spasial, desain kanal, zonasi air dan menentukan keseimbangan air” ungkap Iman.

Iman menyebutkan bahwa hingga saat ini IUPHHK, khususnya IUPHHK-HTI masih terus berproses dan melakukan pembenahan dalam rangka memenuhi kaidah mengenai pengelolaan gambut lestari.

Tercatat sampai dengan saat ini terdapat 83 IUPHHK-HTI yang telah di sahkan RKUPHHK-HTI berbasis Fungsi Ekosistem Gambut. Sedangkan yang telah membuat dokumen Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut sebanyak 68 IUPHHK-HTI, dan yang telah memenuhi ketentuan pada PerMenLHKNo. P.11/2019 sebanyak 47 IUPHHK-HTI.

Pada tahapan Pengelolaan, monitoring dan pengawasan mencakup beberapa hal, seperti tingkat curah hujan dan kedalaman gambut, tinggi air pada kanal, volume dan aliran air, sifat-sifat gambut dan tingkat subsidensi.

Iman juga menyampaikan praktik terbaik dalam pencegahan karhutla dan pengelolaan gambut berbasis mayarakat pada Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dan Desa Bebas Api (DBA).

Prinsip keruangan/lansekap dalam dunia usaha harus aman, nyaman dalam berkerja baru bisa produktif dan lestari. “Pengusaha APHI selalu siap untuk bekerjasama dengan siapapun dalam mengelola konsesinya terutama dengan PHPL dan PPKL” pungkas Iman. (*)