Korea saat ini menjadi negara favorit tujuan ekspor kayu dan non-kayu dunia.  Karenanya, perlu ada upaya yang lebih kolaboratif dan multi-stakeholders untuk mendorong kinerja ekspor kayu dan non kayu (produk kehutanan) ke Korea. Demikian dikatakan Dubes RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi pada pertemuan dengan Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo beserta jajaran Dewan Pengurus dan Direktur Eksekutif di Jakarta pada hari Selasa (17/09).

Menurut Umar, Impor plywood ke Korea Selatan terus meningkat dari tahun ke tahun. “Makin besarnya kebutuhan kayu lapis di Korsel membuat negara ini sangat bergantung pada impor dan angkanya terus naik setiap tahun” ujar Umar.

Dari tahun 2012-2016 misalnya, tren kenaikan impor kayu lapis Korsel mencapai rata-rata 5,6%. “Dan impor kayu lapis dari Indonesia berada di peringkat ke dua setelah China dengan nilai mencapai 200 juta US dolar” sebut Umar.

Plywood dari Indonesia sangat bersaing di Korea Selatan. “Oleh karena itu perlu dipertahankan, bahkan jika memungkinkan ditingkatkan” ujar Umar.

“Apa-apa yang menjadi kendala hendaknya diinventarisir dan dicari solusinya bersama, sehingga ekspor kayu lapis ini bisa meningkat dari tahun ke tahun “ kata Umar.

Selain produk kayu, produk arang juga cukup terbuka peluangnya di pasar Korea.  “Arang menjadi salah satu alternatif sumber energi yang ramah lingkungan sehingga sangat digemari oleh penduduk Korea dan trendnya juga meningkat” ujar Umar.

Saat ini bahkan posisi Indonesia berada di peringkat pertama sebagai negara pengekspor arang di Korea. “Pada tahun 2017 impor arang Korea dari Indonesia sudah mencapai 53 ribu ton, bahkan lebih besar dari China yang hanya sebesar 29 ribu ton” kata Umar.

Kegiatan promosi juga merupakan hal yang penting. “Kami mempunyai agenda pameran rutin tahunan untuk produk hasil hutan, diharapkan para eksportir hasil hutan dari Indonesia dapat mengikuti pameran tersebut” imbuhnya.

Ketua Umum APHI, Indroyono Soesilo merespons positif adanya peluang pasar Korea yang masih terbuka untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. “Dibutuhkan dukungan regulasi pemerintah maupun perbankan termasuk institusi keuangan untuk lebih meningkatkan kinerja industri kehutanan” kata Indroyono.

Indroyono menilai kerjasama RI-Korea dapat meningkatkan volume ekspor Indonesia. Peluang-peluang bisnis seperti ini harus ditanggapi serius oleh pelaku bisnis industri kehutanan. Karenanya,  perlu segera direalisasikan dan ditingkatkan kinerjanya. ”Kami mengharapkan ada progres yang nyata ke depan untuk peningkatan nilai ekspor produk hasil hutan baik kayu lapis maupun arang dan produk lainnya sehingga ada peningkatan devisa untuk menutup defisit neraca perdagangan Indonesia melalui kerjasama RI-Korea ini” pungkas Indroyono. (*)