Komitmen dan standar legalitas produk kayu Indonesia memudahkan importir dan konsumen Inggris untuk melakukan sourcing kayu berkelanjutan. Hal ini seperti diungkap Minister of State for Pacific and the Environment Inggris, Lord Goldsmith dalam webinar “UK Market Update for FLEGT Timber Product: Indonesia’s Timber as Sustainable Partner for UK Market” pada hari Rabu (23/09).

“Kepemimipinan Indonesia dalam mendorong ekspor kayu legal dan berkelanjutan melalui penerapan secara nasional Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) patut dicontoh oleh negara-negara eksportir kayu lainnya” ungkap Lord Goldsmith.

Webinar diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London bekerja sama dengan Foreign Commonwealth and Development Office dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Timber Trade Federation, dan British Retail Consortium. Moderator webinar Ida Bagus Putera Parthama, sedangkan panelis yang mewakili asosiasi bisnis dan pelaku usaha kayu dari Indonesia dan Inggris, yaitu Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Indroyono Soesilo, Managing Director Timber Trade Federation, David Hopkins, Sustainability Policy Advisor British Retail Consortium, Leah Riley Brown, serta pengusaha yang terdiri dari Marketing Director PT Kayu Lapis Indonesia, Budi Hermawan, dan Sales Director Pacific Rim Shaun Hannan.

Skema Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT-VPA) menjamin produk kayu Indonesia yang masuk ke Eropa telah terverifikasi bebas illegal logging. Sejak 2002, Indonesia dan Inggris telah bekerja sama dalam penanganan illegal logging yang di awali dengan penandatangangan MoU on Addressing Illegal Logging, kemudian ditindaklanjuti dengan kerja sama Multistakeholder Forestry Programme (MFP) yang turut merumuskan pembentukan SVLK. Seiring dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesia dan Inggris telah menandatangani kesepakatan bilateral implementasi FLEGT melalui VPA Indonesia-Inggris pada Maret 2019.

Lord Goldsmith menyambut baik kerja sama Indonesia dan Inggris selama dua dekade terakhir dalam mengembangkan standar compliance yang kuat untuk kayu berkelanjutan. Sistem legalitas verifikasi kayu Indonesia menunjukkan perdagangan dan pembangunan serta pengelolaan hutan berkelanjutan dapat berjalan beriringan.

“Selain manfaat ekonomi, sistem verifikasi nasional Indonesia telah turut mengurangi deforestasi dan penebangan kayu liar selama 3 tahun terakhir, saat ini tercatat terdapat 24 juta ha lahan hutan dan dengan 3000 pelaku usaha telah tersertifikasi SVLK” imbuhnya.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Alue Dohong dalam sambutannya menegaskan bahwa Sistem SVLK menjamin legalitas kayu dan sustainability hutan guna memenangkan kepercayaan dan meyakinkan pasar internasional bahwa produk kayu Indonesia berasal dari sumber yang legal dan berkelanjutan.

Senada dengan Lord Goldsmith, Alue Dohong menggarisbawahi peran SVLK telah berhasil membantu dalam memangkas penebangan dan perdagangan kayu liar dan di saat yang sama memberikan manfaat ekonomi secara nasional. Nilai ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke seluruh dunia mencapai USD 11,6 miliar pada tahun 2019, meningkat hampir dua kali lipat sejak implementasi SVLK tahun 2013. Sementara itu, proporsi illegal timber menurun dari 80% sebelum implementasi SVLK menjadi 29,1% tahun 2019.

“Kredibilitas dan penerimaan sistem SVLK di pasar kayu internasional tidak terlepas dari komitmen seluruh stakeholders dalam pelaksanaan verifikasi dan sertifikasi, termasuk oleh komunitas kehutanan dan lembaga sertifikasi” ujarnya.

Dalam sesi diskusi, Indroyono Soesilo menjelaskan turunnya ekspor kayu Indonesia ke Inggris hingga sebesar 24% ke USD 144 juta selama periode Januari-Agustus 2020 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Tren penurunan serupa juga terjadi hampir di seluruh wilayah Eropa, yang secara umum diakibatkan karena pandemi Covid-19.

“Namun, secara umum, sejak diterapkannya SVLK, ekspor kayu Indonesia mengalami peningkatan khususnya di Inggris” ujar Indroyono.

Lebih lanjut, importir Inggris yang diwakili oleh Timber Trade Federation dan British Retail Consortium menyampaikan mengenai meningkatnya kepedulian konsumen terhadap produk yang legal dan berkelanjutan.

Pasar Inggris secara umum suka dengan kayu bersertifikasi karena mempermudah proses impor serta memiliki story value bagi konsumen yaitu produk kayu Indonesia ramah bagi lingkungan hidup. FLEGT juga merupakan framework yang penting bagi retailers di Inggris karena menekankan transparansi. Semakin banyak konsumen Inggris yang mengadopsi “ethical purchasing”, yakni mengharapkan legalitas dalam produk kayu, memastikan sumber produknya, serta jaminan produk yang dibeli tidak menyebabkan deforestasi. Konsumen Inggris bahkan rela membeli produk tersertifikasi sustainable dengan harga premium.

Dengan perubahan perilaku ini, para importir berharap Pemerintah Inggris dapat memberikan insentif bagi penggunaan kayu berkelanjutan oleh industri kayu Inggris, seperti yang telah diterapkan di sektor lainnya terkait lingkungan hidup, yaitu kendaraan listrik.

Dari sisi supply, eksportir mengapresiasi komitmen pemerintah RI melalui implementasi SVLK dalam ekspor produk kayu Indonesia. Proses audit SVLK tidak hanya memudahkan eksportir untuk memenuhi kriteria transparansi legal dan berkelanjutan yang dipersyaratkan di bisnis kayu, namun juga di saat yang sama juga memudahkan eksportir untuk meyakinkan dan menjangkau konsumen di luar negeri.

Para panelis sepakat masih terdapat tantangan, khususnya dalam promosi ekspor kayu legal dan berkelanjutan. Menyikapi kondisi ini, para panelis sepakat pentingnya Indonesia, Inggris dan pelaku usaha di Inggris serta Uni Eropa untuk secara terus menerus melakukan penguatan komunikasi publik, promosi, dan policy framework mengenai atribut positif produk kayu bersertifikat FLEGT guna meningkatkan awareness produk kayu berkelanjutan Indonesia di pasar global. Lebih lanjut, komunikasi perlu menonjolkan aspek sustainability dari produk kayu Indonesia, tidak hanya legality.

Tidak berhenti disitu, para panelis juga mendorong kemitraan yang erat antara eksportir Indonesia dengan sisi downstream di Inggris, termasuk desainer dan UMKM, untuk lebih pahami selera konsumen. Khususnya bagi UMKM Inggris, yang sering kali “working under tight budget” seperti usaha konstruksi kecil di Inggris, para panelis mendorong pemerintah Inggris untuk memberikan insentif-insentif untuk lebih banyak gunakan produk kayu berkelanjutan.

Dalam sambutan penutup, Charge d’Affaires KBRI London, Duta Besar Adam M. Tugio menegaskan kembali kriteria legalitas dan keberlanjutan pada produk kayu ekspor Indonesia menjadikan Indonesia sebagai low risk source of tropical timber. Ditegaskan pula komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya untuk melakukan continuous improvement terhadap SVLK serta promosi SVLK sebagai norma tidak hanya di negara yang menerapkan FLEGT sebagai standar namun juga di negara-negara dimana FLEGT belum menjadi norma baku impor kayu.

Inggris merupakan mitra terbesar di Eropa bagi Indonesia dalam perdagangan kayu berkelanjutan. Sejak November 2016 hingga September 2020, Indonesia telah menerbitkan 27,5 ribu dokumen untuk 730 ribu kayu tersertifikasi senilai USD 1 miliar yang diekspor ke Inggris. Di tahun 2019 sendiri, nilai ekspor kayu Indonesia ke Inggris mencapai USD 350 juta, terbesar di Eropa. Semoga tahun ini masih bisa dipertahankan. (*)