Dalam rangka menjalankan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga APHI tentang Rapat Kerja (Raker), APHI menyelenggarakan Raker APHI tahun 2022 pada tanggal 6 – 7 Desember 2022 di Jakarta secara hybrid. Raker APHI tahun 2022 merupakan arena evaluasi program tahunan yang dilaksanakan oleh Dewan Pengurus masa bakti 2021 – 2026 dan merupakan Raker ke-2 yang diselenggarakan.
Raker APHI tahun 2022 ini sangat penting dan strategis, mengingat diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berjalan dan ancaman resesi ekonomi global, yang sangat berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian di tingkat lokal, nasional, regional dan global; khususnya kegiatan operasional para anggota APHI yang juga saling terkait dengan kegiatan usaha industri pengolahan kayu primer, sekunder dan tersier termasuk lini pemasarannya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada pembukaan Rapat Kerja Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) 2022 mengatakan pandemi Covid-19 dan geopolitik global telah berdampak pada Indonesia termasuk di sektor kehutanan.
“Sehingga kita harus adaptif dan terus berinovasi, serta membuat terobosan-terobosan baru dengan menyesuaikan langkah-langkah yang strategis sebagai insentif yang baik bagi dunia usaha. Salah satunya adalah merancang kebijakan-kebijakan yang membangkitkan kembali gairah dunia usaha untuk mendongkrak ekspor dan tentunya akan berdampak positif bagi sektor hulu,” kata Menteri Siti dalam sambutannya yang dibacakan oleh Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto, di Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022.
Menteri Siti menjelaskan, untuk menjaga produktivitas dan keberlangsungan usaha kehutanan, pemerintah telah memberi sejumlah insentif. Diantaranya adalah keringanan berupa penundaan dan pengangsuran pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi pelaku usaha kehutanan melalui Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2021.
Pemerintah juga gencar melakukan promosi perdagangan dan kerja sama dengan mitra dagang, serta menerapkan pelayanan berbasis digital kepada pelaku usaha.
Berbagai insentif yang diberikan sejauh ini berdampak cukup positif pada kinerja industri kehutanan tanah air. Terlihat dari kinerja ekspor produk kehutanan yang mengalami rebound pada tahun 2021 dan tahun 2022 setelah sempat melorot di awal pandemi.
Merujuk data KLHK yang diolah APHI, ekspor produk kehutanan pada tahun 2021 sebesar 13,56 miliar dolar AS yang merupakan tertinggi sepanjang sejarah. Untuk tahun 2022, ekspor hingga Oktober sebesar 12,02 miliar dolar AS.
Di hulu, produksi kayu dari Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hingga Oktober 2022 juga relatif stabil. Pada tahun 2022 produksi kayu hutan alam sebanyak 4,27 juta m3 mengalami perubahan tipis dibandingkan pada tahun 2021 yang sebesar 4,55 juta m3.
Sementara untuk produksi kayu hutan tanaman industri (HTI), produksi tahun 2022 sebanyak 39,6 juta m3 yang berarti naik sebesar 2,5% year on year dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 38,6 juta m3.
Dampak insentif di hulu juga terlihat dengan naiknya investasi kehutanan yang ditandai dengan peningkatan penanaman di PBPH HTI. Per November 2022, luas penanaman HTI sudah mencapai 418.200 hektare. Sementara penanaman HTI pada tahun 2021 seluas 353.080 hektare.
Pada PBPH hutan alam investasi penanaman dengan teknik Silvikultur Intensif juga mengalami peningkatan.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengungkapkan sejumlah insentif yang diharapkan agar dunia usaha kehutanan bisa memiliki daya tahan menghadapi ancaman resesi global.
Diantaranya adalah implementasi Undang Undang Cipta Kerja di lingkup kehutanan, khususnya terkait penerapan multiusaha kehutanan, pelaksanaan tata batas areal kerja berbasis citra satelit, dan penyelesaian permasalahan pembangunan kegiatan non kehutanan di dalam kawasan hutan.
APHI juga berharap pemerintah bisa melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan, khususnya terkait dengan pembayaran Dana Reboisasi (DR) dalam Rupiah.
Dari sisi pemasaran, APHI berharap pemerintah memperpanjang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor, terkait kebijakan perluasan penampang untuk jenis-jenis kayu komersial yang dapat diekspor sampai dengan dimensi 15.000 mm2.
“Kami juga berharap adanya insentif pengembangan biomassa untuk program Cofiring untuk pasokan tenaga listrik, yang potensial meningkatkan permintaan dan mendorong pengembangan Hutan Tanaman Energi (HTE),” kata Indroyono.
Usulan lain yang diajukan adalah soal insentif untuk pemanfaatan NIlai ekonomi Karbon bagi pemegang PBPH yang telah menjalankan aksi mitigasi penurunan emisi. Untuk itu, pengaturan PermenLHK tentang Tata Laksana Perdagangan Karbon sebagai tindak lanjut penerbitan PermenLHK No. 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon diharapkan bisa segera diterbitkan.
Dalam rangka memperkuat dan mempertajam tema Raker APHI 2022, diselenggarakan Webinar dengan mengundang pihak-pihak dari Kementerian/lembaga yang terkait langsung dengan kegiatan usaha sektor kehutanan, dalam bentuk acara Webinar Raker. ***