Dalam rangka penerapan teknik Silvikultur Intensif (SILIN) dan Reduced Impact Logging (RIL) untuk mengurangi kerusakan dan meningkatkan produktifitas hutan alam yang ada di Indonesia, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Ditjen PHPL) menyelenggarakan Sosialisasi PerDirjen RIL, Konsultasi Publik NSPK Multiusaha dan SILIN di Jakarta pada hari Senin-Selasa (26-27/11).
APHI sebagai salah satu stakeholder yang diundang dan berperan aktif dalam forum konsultasi publik dimaksud. Dalam forum Konsultasi Publik SILIN, Erwansyah, Ketua Bidang Hukum APHI, menyampaikan beberapa usulannya bahwa dalam program SILIN agar diperbolehkan juga dikembangkan jenis lain selain meranti.
Selanjutnya, menurut Erwansyah agar dunia usaha (investor) tertarik maka status tanaman baru perlu dihargai sebagai aset perusahaan, sehingga tidak perlu lagi kena kewajiban membayar DR, namun cukup menyetor PSDH. “Dalam hal ini diperlukan kejelasan status tanaman pada areal IUPHHK-HA” ujar Erwansyah.
Erwansyah menyatakan bahwa kewajiban pembayaran DR perlu ditinjau kembali melalui revisi PP 35/2002 terkait definisi DR yang dikenakan bagi pemegang izin hutan alam. Dikaitkan dengan kepastian areal, tanaman SILIN wajib dijamin tidak bisa terkena perubahan RTRW. “Agar reinvestasi Teknik SILIN ini segera mendapat sambutan oleh para pengusaha di bidang bisnis hutan, perlu dorongan kebijakan yang kuat dan juga insentif yang menarik dari Pemerintah” pungkas Erwansyah***